Label

Senin, 11 Oktober 2010

KONFLIK SOSIAL DAN KEKERASAN PADA KELUARGA DAN SOLUSINYA


 Bagaimana sebuah keluarga yang ideal menurut anda? Pertanyaan ini tentulah sangat mudah untuk memahaminya.
Keluarga ideal adalah sebuah keluarga yang terpenuhi semua kebutuhannya dan kemudian teratur komunikasinya serta saling menghargai dan memperhatikan satu sama lain.
Memang benar bahwa sepasang suami isteri atau ayah dan ibu merupakan insan yang memiliki peranan besar dan utama dalam membina sebuah keluarga.
Untuk menjalankan peran ini, tentunya diperlukan banyak hal dari berbagai aspek, seperti ilmu pengetahuan tentang kekeluargaan dan perkawinan, pengetahuan pendidikan, perkembangan anak-anak dan kemantapan intelektual serta emosi kejiwaan.

Semua faktor pendukung yang harus dimiliki suami isteri seperti yang sudah disebutkan di atas sudah selayaknya harus dimiliki dan diseimbangkan kadarnya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mutlak dilakukan untuk menghindari terjadinya konflik dan perselisihan keluarga. 

Konflik keluarga menjadi faktor pendukung penyebab terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga. Masih banyak masyarakat yang kurang memahami bahwa jika terjadi konflik dalam sebuah keluarga, yang sangat rentan menjadi korban tindak kekerasan adalah perempuan dan anak.

Tindak kekerasan terhadap perempuan, khususnya dalam rumah tangga, kerap terjadi. Ada banyak konflik yang terjadi dan menimbulkan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Walaupun demikian, sangat disayangkan bahwa sebagian besar kasus kekerasan tidak terselesaikan dengan baik, baik melalui jalur hukum ataupun tindakan secara adat. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa setiap hal yang terjadi di dalam keluarga merupakan sebuah rahasia yang tidak boleh diketahui oleh umum dan merupakan aib bagi pasangan suami isteri. Padahal, pelibatan pihak ketiga sebagai mediator untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam keluarga akan menjadi hal penting untuk mempertahankan keutuhan keluarga itu sendiri.

Upaya penyelesaian konflik di dalam rumah tangga bisa ditempuh dengan dua cara, dengan jalur litigasi (menggunakan jalur hukum) dan jalur nonlitigasi (musyawarah dan mufakat keluarga namun tetap melibatkan pihak ketiga sebagai mediatornya). Upaya nonlitigasi biasanya menjadi jalan upaya awal yang ditawarkan untuk menyelesaikan perselisihan. Dengan dilakukan musyawarah, diharapkan persoalan bisa diselesaikan dengan baik dan tentunya bisa terus mempertahankan tali silaturrahmi keluarga. Hanya saja, penyelesaian persoalan melalui musyawarah mempunyai kelemahan yaitu tidak adanya jaminan tertulis bahwa korban tindak kekerasan tidak akan mengalami hal yang sama di kemudian hari. Kendati demikian, cara ini selalu dikedepankan sebagai mediasi penyelesaian konflik dan perselisihan keluarga.

Sementara itu, upaya litigasi adalah upaya akhir jika perselisihan dan konflik tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Pelibatan aparat penegak hukum akan memberi pemahaman hukum lebih luas kepada korban dan pelaku tindak kekerasan.

Dalam mencari upaya penyelesaian konflik dalam keluarga, sebaiknya tidak hanya bertumpu pada satu jalan saja, misalnya dengan membiarkan saja konflik berlangsung hingga berhenti dengan sendirinya. Sebelum melibatkan pihak ketiga, ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk berintrospeksi terhadap masalah yang timbul, yaitu
  1. Menilai bentuk tingkah laku yang dikatakan bermasalah
  2. Memberi pengertian terperinci secara lebih objektif terhadap tingkah laku yang bermasalah itu
  3. Memberi gambaran terhadap masalah yang ada.
  4. Mencari masukan untuk upaya penyelesaian,
  5. Terus berupaya berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah.
Dengan demikian, jika ada perselisihan atau konflik di dalam keluarga, sebaiknya mereka dianjurkan untuk melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan kasus tersebut sesegera mungkin. Selain itu pihak yang berselisih perlu dianjurkan untuk tidak ragu-ragu untuk meminta pendapat pihak ketiga karena memang itu diperlukan untuk memberi banyak alternatif solusi menyelesaikan masalah dan
konflik.



2 komentar: